Jumat, 03 Juli 2009

Sebuah Pencerahan Melalui Visualisasi Fiksi


Mataku masih tak mampu berkedip. Ia masih memandang takjub akan indahnya kisah yang dituturkan oleh layar tersebut. Lika-liku kehidupan yang biasanya disajikan terlalu berlebihan dalam sinetron, sama sekali tak nampak dalam film itu. Justru sebaliknya, di sana ditunjukkan bagaimana realita kehidupan juga bisa dipaparkan dalam kemasan yang lebih nyata.

Ini kali kedua aku menonton film yang ide ceritanya bersumber dari novel sensasional karangan penulis kondang Habiburrahman El Shirazy. Tapi aku tetap saja tak mampu menahan haru ketika ada adegan yang menyedihkan, tak mampu menahan tawa kala ada adegan yang menggelikan, serta tak mampu menahan emosi saat ada adegan yang serius. Buatku, setiap bagian dalam film itu telah melekat erat dalam batinku. Apalagi kala aku mengingat statusku sebagai mahasiswa perantauan di kota orang –walaupun belum sampai negeri orang. Aku begitu merasa tidak berguna saat melihat perjuangan Azzam dan para sahabatnya berjuang hidup di Kairo tanpa meminta sepeser pun uang dari keluarga mereka di Indonesia. Bahkan Azzam berjuang di Mesir untuk memenuhi kebutuhan ibu dan adik-adiknya, berjuang keras menjadi penyuplai biaya hidup mereka, menggantikan tugas ayahnya sejak ia meninggal. Hingga akhirnya, adik-adik Azzam, Husna dan Lia dewasa dan sanggup mendapatkan penghasilan. Ini benar-benar memberiku pelajaran untuk tetap prihatin kala hidup sendiri demi tugas menuntut ilmu.

Persahabatan dan sikap ikhlas untuk senantiasa menolong orang lain juga ditekankan di sana. Kita bisa lihat bagaimana Azzam mampu menjadi pemimpin yang disegani oleh kawan-kawannya sesama orang Indonesia di tempat tinggalnya di Mesir. Bagaimana ia juga senantiasa ikhlas membantu kesulitan orang lain, seperti saat membantu sahabatnya, Fadhil ketika masuk rumah sakit, juga saat menolong Anna Althafunnisa dan temannya saat mereka bertemu pertama kali di bus.

Yang paling menarik sekaligus inti cerita dari film tersebut tentu saja kisah cinta para tokoh film itu, terutama betapa rumitnya cinta Azzam dan Anna Althafunnisa, hingga akhirnya mereka berjodoh dan menikah (ini akan kita temui pada film kedua). Bagaimana kisah mereka sungguh membuat kita iri. Mereka benar-benar menjalin cinta karena dilandasi cinta kepada Allah. Seandainya kita bisa membangun rumah tangga kita seperti mereka membangun keluarga yang sakinah, mawadah, warahmah seperti dalam film itu, sungguh alangkah indahnya dunia ini. Istri cantik, salihah, cerdas, bukan lagi impian selama kita tetap berpegang teguh pada ajaran agama kala kita masih diberi kesempatan oleh-Nya untuk menghembuskan nafas. Konsekuensi logisnya, keluarga impian yang akan menuntun kita semua menuju surga akhirat –tak hanya dunia– akan selalu menjadi milik kita.

Apakah aku akan mampu seperti Abdullah Khaerul Azzam? Apakah aku akan mampu menjadi pahlawan keluarga? Apakah aku akan mampu menjadi orang yang selalu ikhlas menolong orang lain? Apakah aku akan mampu menjadi pemimpin teman-temanku? Apakah aku akan mendapatkan gadis sekelas Anna Althafunnisa untuk pada akhirnya menjadi bidadariku? Hanya takdir yang mampu menjawab. Tapi sesungguhnya tokoh Azzam kini semakin nyata dalam benakku, seolah ia ada dan mampu menjadi teladan untuk kita semua. Walaupun hanya fiktif, banyak sekali hikmah serta pelajaran yang dapat kita ambil di sana. Terutama untuk mahasiswa yang merantau di luar kampung halamannya, atau bahkan di luar tanah airnya. Semoga film ini menjadi pencerahan bagi kita semua.

Sebuah film yang luar biasa, sebuah film yang memberikan inspirasi, sebuah film yang pasti memotivasi penontonnya untuk terus menjadi manusia yang tidak biasa dan luar biasa.

Ketika Cinta Bertasbih.

Dan semoga, “Anna Althafunnisa”-ku akan datang empat atau lima tahun lagi.

Amin ya Robbal ‘alamin...

2 komentar:

  1. nang, aku udah nulis komentar. tapi terlalu panjang mungkin, jadi ga bisa diterima. untuk selengkapnya, aku kirim lewat message facebookmu aja ya.. :D

    oya, yang perlu aku sampaikan di sini adalah..

    "AAMIIN YA ROBBAL 'ALAMIIN..."

    aku ikut ngaminin apa yang kamu aminin aja deh nang.. hihhihiii..

    BalasHapus
  2. reaksi standar,,jadi kepengin nikah ya?makanya aku ga nonton,,hehe...
    amiiin...semoga dapet beneran,,hehe,,

    BalasHapus