Senin, 09 Februari 2009

Tsunami, Teman yang Tak Diharapkan tapi Begitu Dekat dengan Kita


Aku memilih judul ini karena cukup representatif untuk menggambarkan “kedekatan” Indonesia dengan bencana yang meluluhlantakkan NAD empat tahun silam.

Jika bisa memilih, tentu tak ada yang menginginkan gelombang yang berasal dari air laut itu mendekati tanah air kita. Tapi apa lacur, kondisi geografis Indonesia yang tak menguntungkan memaksa kita untuk tetap siaga menghadapi bencana tsunami yang setiap saat dapat terjadi. Posisi Indonesia yang terletak di antara pertemuan tiga lempeng bumi yang besar yaitu Eurasia, Samudra Pasifik, dan Indo-Australia membuat perairan laut di sekitar kita sering mengalami gempa bumi yang memicu terjadinya tsunami.

Tsunami berasal dari bahasa Jepang. Tsu artinya pelabuhan dan nami adalah gelombang. Jadi, secara harfiah tsunami adalah gelombang laut yang besar di pelabuhan.

Tsunami dapat terjadi karena beberapa faktor, di mana faktor tersebut merupakan gangguan impulsif yang terjadi pada medium laut. Gangguan impulsif itu dapat berupa gempa bumi tektonik, erupsi vulkanik, longsoran (land-slide), atau jatuhnya meteor di laut.

Faktor yang menyebabkan berbagai macam tragedi tsunami yang menghancurkan beberapa daerah di Indonesia serta banyak memakan korban jiwa lebih banyak dihasilkan oleh gempa bumi tektonik. Seperti telah dijabarkan di atas, Indonesia terletak di pertemuan tiga lempeng bumi. Konsekuensinya, negara kita berada di atas permukaan bumi yang tidak stabil karena ketiga lempeng tersebut senantiasa bergerak relatif ke barat dan ke utara terhadap Eurasia. Akibatnya, Indonesia termasuk negara yang memiliki tingkat kegempaan tinggi di dunia.

Tidak semua gempa bumi dapat menghasilkan tsunami. Berdasarkan penelitian, gempa baru bisa menciptakan tsunami jika berkekuatan minimal 6,5 SR (Skala Richter). Selain itu, pusat gempanya harus berada kurang dari 60 km dari permukaan laut, dan gempa tersebut harus menghasilkan deformasi dasar laut secara vertikal yang cukup besar.

Lempeng Indo-Australia terus bergerak rata-rata 6 cm setiap tahunnya ke arah utara. Lempeng tersebut terus bergerak menunjam lempeng Eurasia. Bagian ujung dari lempeng Eurasia tersebut terus terdorong ke bawah, secara terus-menerus hingga terjadi akumulasi tegangan. Jika akumulasi tegangan tersebut telah mencapai batasnya, energi yang terkumpul akan dikeluarkan secara tiba-tiba. Lempeng Eurasia akan melenting ke atas dan terjadilah gempa. Pergerakan vertikal ujung lempeng Eurasia inilah yang menimbulkan gangguan impulsif medium laut yang memicu terjadinya gelombang tsunami.



Pertemuan lempeng Eurasia dan Indo-Australia terjadi di wilayah pantai barat Sumatera, pantai selatan Jawa, Bali, NTB, dan NTT. Sedangkan di Indonesia timur, lempeng yang saling bertabrakan adalah Indo-Australia dan Pasifik.

Nah, jika sudah demikian, tak ada yang dapat dilakukan negara ini selain mengantisipasi terjadinya tsunami lebih awal agar tidak lagi memakan banyak korban jiwa seperti yang terjadi di Aceh, 26 Desember 2004. Fenomena alam ini tidak mungkin kita cegah.

Langkah yang paling bijaksana tentu dengan memberikan pendidikan dan sosialisasi tentang tsunami kepada penduduk pesisir itu sendiri. Karena jika bencana tsunami itu terjadi, hanya diri mereka sendirilah yang dapat menyelamatkan jiwa mereka. Jadi, pengetahuan mengenai langkah-langkah penyelamatan diri saat akan terjadi tsunami mutlak diperlukan.

Saat terjadi gempa di pantai dan kita melihat air laut surut mendadak, secepat mungkin kita harus lari ke tempat yang lebih tinggi. Dan lebih baik jika kita tidak menggunakan mobil, karena itu hanya akan menghambat sebab kemacetan sangat mungkin terjadi. Dan jika kita sedang berada di laut, segara pacu kapal kita ke tengah laut. Karena gelombang tsunami akan meninggi ketika ia berada di perairan yang dangkal.

Sedangkan untuk langkah preventif, alangkah baiknya jika kita melestarikan hutan pantai seperti cemara, waru, ketapang, atau mangrove. Terbukti hutan itu mampu menahan tsunami dengan ketinggian belasan meter sehingga gelombang pun tidak lebih merusak daripada jika tidak ada hutan.

Dan pesanku untuk seluruh rakyat Indonesia, waspadalah, karena tsunami mengintai kita setiap saat.

4 komentar:

  1. Halo nang, piye kabare to?

    Mmmm ada yang mau q tanyain..

    Tentang judulnya nang,apakah kedekatan bisa dianalogikan sebagai teman?

    Tapi artikelnya top abis deh

    BalasHapus
  2. hai bram....

    kabar baik.... alhamdulillah...

    yah,, tak selalu kedekatan itu merupakan pertemanan. q cuma memilih salah satu analogi yang aku anggap paling tepat... gitu....

    makasih bgt buat komentarnya. q cuma menyampaikan lagi apa yg q dapat di bangku kuliah n dari buku yg q baca tentang tsunami....

    BalasHapus
  3. tzunami... begitu banyak yang di akibatkannya namun kok artikelnya cuman dikit... kan sayang banget tuh...

    BalasHapus
  4. Ahmad (Ungaran),
    Salut sama artikelnya mas Danang...
    setuju banget dengan: "Sedangkan untuk langkah preventif, alangkah baiknya jika kita melestarikan hutan pantai seperti cemara, waru, ketapang, atau mangrove."
    Saya yg tinggal di seputar Ungaran (Jateng) prihatin juga dengan gunung ungaran yg semakin gundul akibat pembabatan hutan untuk lahan orang2 berduit & dibikin villa (apa bapak/ibu pengusaha masih kekurangan rezeki?)..semoga para pengusaha juga peduli dg kami2 ini yg tinggal menunggu longsor & banjir akibat ulah kalian..makasih sharingnya...

    BalasHapus